KEWAJIBAN MELAMPIRKAN KARTU BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN UNTUK TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DI HADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

SITI CHAYATUN, 12221020 (2023) KEWAJIBAN MELAMPIRKAN KARTU BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN UNTUK TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DI HADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. Masters thesis, Universitas Narotama.

[img] Text (HALAMAN JUDUL)
cover.pdf

Download (7MB)
[img] Text (BAB I)
bab I.pdf

Download (4MB)
[img] Text (BAB II)
bab II.pdf

Download (4MB)
[img] Text (BAB III)
bab III.pdf

Download (4MB)
[img] Text (BAB IV)
bab IV.pdf

Download (4MB)
[img] Text (DAFTAR PUSTAKA DAN LAMPIRAN)
daftar pustaka.pdf

Download (4MB)

Abstract

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (PP 24/1997) tentang Pendaftaran Tanah telah menjamin hak-hak bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengurus peralihan hak atas tanah ke kantor pertanahan setempat dengan melengkapi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam PP 24/1997. Pada tahun 2022 berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 05/400.HK.02/II/2022 menyatakan bahwa untuk peralihan tanah yang diperoleh dari jual beli diharuskan untuk melengkapi dengan foto kopi kartu BPJS Kesehatan yang masih aktif. Surat Edaran itu merupakan implementasi dari Instruksi Presiden Nomor 01 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Jaminan Kesejahteraan Nasional yang meminta kepada kementarian pertanahan agar pemohon peralihan hak atas tanah yang berasal dari jual beli untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan agar pelaksanaan BPJS Kesehatan semakin meningkat. Permasalahannya adalah surat edaran tersebut adalah bukan bagian dari perundang-undangan di Indonesia sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia, tetapi dapat merubah/menambah aturan hukum sebelumnya yaitu PP 24/1997 dimana seharusnya aturan di bawah tidak dapat menyimpangi aturan di atasnya. Hal tersebut menjadi obyek penelitian ini dan hasil penelitian ini adalah berdasarkan teori administrasi negara, bahwa terdapat kewenangan pemerintah untuk melakukan diskresi berdasarkan asas freies ermessen yaitu membuat aturan tertentu dengan tujuan agar Undang-Undang dapat berjalan dengan dinamis dan semata-mata untuk kepentingan rakyat, sehingga peraturan dibawahnya dapat menyimpangi aturan di atas tetapi dengan batasan bahwa aturan tersebut hanya mengikat ke dalam lembaga di bawah pejabat Tata Usaha Negara dan tidak keluar serta tidak mengatur (regeling) sebagaimana Undang-Undang, aturan tersebut disebut dengan peraturan kebijakan (beleidsregel). Pada faktanya adalah Surat Edaran tersebut mengatur keluar dan tidak didasarkan pada peraturan di atasnya pada saat pembentukannya, sehingga menimbulkan kericuhan di masyarakat karena pendaftaran tanah dan pelaksanaan BPJS Kesehatan adalah sesuatu yang berbeda dan di bawah lembaga berbeda. Oleh karenanya kedudukan hukum SE No. 05/400.HK.02/II/2022 tetap dapat diterima sebagai aturan meskipun sebenarnya hanya untuk kalangan kementerian ATR/BPN akan tetapi dampak SE tersebut untuk masyarakat, dan tentang bagaimana jika SE tersebut tidak dipatuhi maka secara yuridis proses pendaftaran tanah tetap dapat dilaksanakan oleh petugas BPN karena pendaftaran tanah dibawah naungan PP 24/1997 akan tetapi pada saat penyerahan sertifikat tersebut maka masyarakat tidak akan dapat mengambil apabila tidak menyerahkan potokopi kartu BPJS Kesehatan yang aktif kepada petugas. Apabila masyarakat dirugikan dengan hal itu maka dapat mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Agung. Kata kunci : Peralihan hak atas tanah, SE-05/400.HK.02/II/2022, Beleidsregel

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > Magister Kenotariatan
Depositing User: Repository Administrator
Date Deposited: 05 Dec 2023 02:12
Last Modified: 05 Dec 2023 02:12
URI: http://repository.narotama.ac.id/id/eprint/1882

Actions (login required)

View Item View Item

Downloads

Downloads per month over past year