AKIBAT HUKUM KEPEMILIKAN SERTIPIKAT HAK MILIK (SHM) LEBIH DARI 5 BIDANG TAPAK KAVLING

Gesang Iswahyudi, 12216033 (2018) AKIBAT HUKUM KEPEMILIKAN SERTIPIKAT HAK MILIK (SHM) LEBIH DARI 5 BIDANG TAPAK KAVLING. Masters thesis, Universitas Narotama Surabaya.

[img] Text
tesis gesang iswahyudi.pdf

Download (2MB)
[img] Text
tesis gesang iswahyudi fulltext.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (3MB)

Abstract

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui eksistensi serta memahami batasan kepemilikan hak milik lebih dari 5(lima) bidang tanah yang terkait tapak kavling. Negara mengatur kepemilikan tanah dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM), dimana masyarakat hanya boleh memiliki maksimal 5 (lima) bidang saja atau dengan luas keseluruhan kepemilikan SHM tersebut tidak lebih dari 5000 m2 (Lima ribu meter persegi) serta Bahwa pembatasan kepemilikan tanah sebagaimana yang di amanatkan oleh pasal 7, pasal 17 dalam hal ini mengenai hak milik non pertanian sampai saat ini belum ada pembatasannya atau belum ada peraturan yang mengatur mengenai batas maksimum tanah hak milik non pertanian. Pengaturan tentang hal ini seperti tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998, tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal. Dasar pelaksanaan risalah pertimbangan tapak kavling adalah peraturan kepala BPN RI no. 1 Tahun 2010, Tanggal 25 Januari 2010. Hasil dari penulisan ini adalah Agar tercapai apa yang termaktub dalam pasal 33 ayat 3 undang-undang dasar 1945 maka bpn dalam hal ini harus mengeluarkan peraturan mengenai pembatasan tanah hak milik non pertanian yang lebih komperhensif dan utuh agar dapat mencegah dan menindak apabila ada golongan atau pihak-pihak yang menumpuk tanah-tanah hak milik non pertanian, sebaiknya membentuk peraturan yang mengatur pembatasan hak milik non pertanian memiliki rumusan-rumusanyang sama dengan ketentuan pembatasan mengenai tanah tersebut, misalnya membagi kategori tanah hak milik non pertanian berdasarkan wilayah strategis atau tidak strategis serta agar perorangan serta badan pertanahan nasional (BPN) dapat saling memperhatikan batasan kepemilikan oleh seseorang terhadap tanah hak miliknya, sehingga dapat terlaksananya program landreform serta memberlakukan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) yang ditelah diharapkan, dalam kaitannya dengan pemanfaatan tata ruang kota, rencana tapak merupakan salah satu alat pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang kota, dan sebagai pendorong pengembangan wilayah secara optimal, karena rencana tapak memuat pedoman dasar bagi perencanaan kawasan, perencanaan bangunan, pengelola kawasan, pemilik bangunan, pengguna atau penghuni serta pihak lain yang terkait dengan kawasan di dalam menyusun dan menata suatu bagian kawasan yang bersifat operasional dan mengikat. untuk menyelesaikan permasalahan ini jalan yang bisa ditempuh oleh si pemilik/perorangan jika ingin mengajukan pemecahan sertifikat sesuai dengan keinginannya (walaupun lebih dari 5 bidang) adalah dengan mengajukan pemecahan sertifikat serta mengajukan proses tapak kavling ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kata kunci : landreform, Batas minimum dan maksimum kepemilikan tanah, tapak kavling.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > Magister Kenotariatan
Depositing User: Repository Administrator
Date Deposited: 05 Jan 2019 02:49
Last Modified: 05 Jan 2019 02:49
URI: http://repository.narotama.ac.id/id/eprint/490

Actions (login required)

View Item View Item
["lib/irstats2:embedded:summary_page:eprint:downloads" not defined]